2.22.2008

Miniatur Rumah Adat Jambi Terbengkalai


Kapanlagi.com - Enam miniatur rumah adat kota dan lima kabupaten, kekayaan budaya Provinsi Jambi yang berada di Taman Rimba dan bekas arena MTQ Nasional Kota Jambi, terlihat tidak terawat dan terancam hancur. Pemantauan di lokasi Taman Rimba, yang juga satu-satunya kebun binatang di Provinsi Jambi, Jumat, enam miniatur rumah adat yang dibangun dengan dana miliaran rupiah itu tampak kotor, tidak terawat, dan mulai rusak. Seperti rumah adat Kabupaten Kerinci yang dibangun dengan dana sekitar Rp1 miliar saat akan digelarnya MTQ Nasional pada 1998 lalu, kini tampak kotor, tidak terawat bagaikan "rumah hantu".

Di lokasi bekas arena MTQ itu juga terdapat miniatur perahu "Kajang Lako", yakni perahu tadisional raja-raja Jambi tempo dulu, yang keberadaannya juga tidak terawat, bahkan ukiran terdapat di sisi perahu banyak yang patah. Tidak terawatnya miniatur enam rumah adat kota dan lima kabupaten di Provinsi Jambi itu disesalkan para pengunjung yang ingin bersantai bersama keluarga di Taman Rimba tersebut, apalagi taman tersebut juga tidak terawat sama sekali.

Darmawi (34) warga Batanghari, yang jarak rumahnya 80 km dari kota Jambi menyebutkan, pada awalnya Taman Rimba enak dan nyaman dikunjungi pada hari libur, karena selain lokasinya berada di dalam kota, juga terdapat berbagai binatang yang dilindungi, miniatur rumah adat, dan lokasi taman yang luas dapat dijadikan untuk santai dengan keluarga. Kini, taman tersebut tidak lagi nyaman. Enam miniatur rumah adat itu kotor dan berbau, serta dijadikan tempat berbuat mesum bagi pasangan remaja. Selain itu, binatang yang ada di taman tersebut juga banyak yang kurus dan tidak dirawat. Keluhan yang sama diungkapkan, Solihin (42), warga sekitar lokasi taman tersebut, yang menyebutkan keberadaan Taman Rimba kian tak terawat dan terurus, padahal kutipan retribusi dari pengunjung terus dipungut. Beberapa pengunjung juga mengeluhkan besarnya kutipan dilakukan petugas yang bervariasi bahkan mencapai Rp10 ribu/orang, dan tidak disertai bukti atau tiket resmi, kata Solihin. (*/rsd)

Label:

2.20.2008

Reportoar di Sesudut Rawamangun

Jakarta. Ya. Lagi-lagi harus ke Jakarta. Tapi seperti biasa, kepergian untuk yang kesekian kalinya ini hanya untuk 'tugas kenegaraan'. Kalau ke Jakarta atas hasrat, mungkin belum tahu kapan dan keluarga kecil kami akan ke metropolitan itu. Walaupun demikian, kata syukur perlu terucap. Setidaknya, diri ini masih diberi kepercayaan menunaikan tugas suci: sebuah amanah.

Sebuah amanah. Sepertinya kata itu begitu agung untuk diucapkan. Begitu kokoh untuk ditembus. Siapapun tak akan sanggup menolak, apalagi menghindarinya. Hingga karena amanah itulah istri dan anak yang sedang lucu-lucunya harus ditinggalkan. Tapi mau bagaimana lagi. Apapun harus dikorbankan demi amanah. Apalagi amanah dari negara (maafkan pandamu ya, nak).

Menjelang keberangkatan di dermaga rindu, banyak rasa berkecamuk: rindu dengan istri dan anak tercinta, rindu dengan keriuhsunyian suasana pelatihan; mengharu biru, walau terkadang membosankan. Membosankan? Ya. Pelatihan yang melulu dilaksanakan di Pusat Bahasa, tidak pernah di tempat yang sekiranya bisa menghilangkan kesuntukan dan kepenatan, meskipun sejenak.

Namun, apa boleh buat, semua harus terjadi. Karena kita diciptakan sebagai pemeran yang memang tinggal menjalani lakonan atas naskahNya yang Maha Hebat itu.

Label: