11.25.2008

Laba-laba Hebat

Laba-laba Sukses Membuat Sarang di Antariksa


JAKARTA, SENIN - Sungguh mencengangkan laba-laba yang dikirim ke stasiun antariksa internasional (ISS) sukses membuat sarang. Keberhasilan ini menarik untuk dipelajari karena hewan tersebut melakukannya di ruang tanpa bobot.

"Dua ekor laba-laba yang pemberani di stasiun antariksa internasional telah berhasil mengatasi kebingungannya sampai dapat menenun jaring yang menakjubkan di gravitasi nol," ujar salah seorang astronot, Jumat (21/11) lalu.

Laba-laba penenun itu diangkut ke ISS awal minggu lalu bersama para astronot yang menumpang pesawat ulang alik Endeavour. Saat sehari di ruang angkasa, laba-laba tersebut terlihat membuat pola jaring yang tidak jelas. Namun, beberapa hari kemudian laba-laba tersebut berhasil membuat jaring yang teratur.


"Kami perhatikan laba-laba tersebut membuat jaring yang simetris. Sungguh cantik," ujar Michael Fincke, komandan ISS. Ia mengatakan para astronot terkejut melihat betapa cepatnya laba-laba beradaptasi dengan antariksa.

Pengiriman laba-laba ke ruang angkasa merupakan bagian dari eksperimen ilmiah yang ditujukan untuk meningkatkan minat anak-anak sekolah mempelajari sains. Apalagi jenis laba-laba yang dipilih sama dengan laba-laba yang dipakai sebagai karakter di buku cerita anak Charlotte's Web karya E.B. White. Anak-anak nantinya akan diminta membandingkan antara bentuk jaring laba-laba yang dibuat di Bumi dengan yang dibuat di antariksa.

Selain laba-laba, para astronot juga membawa larva kupu-kupu. Ilmuwan dari UNiversitas Colorado, Boulder, AS akan memantau perkembangannya hingga kelak menjadi kupu-kupu dewasa. Sebagai makanan laba-laba, turut dibawa pula lalat buah. Sementara untuk makan kupu-kupu yang tengah bermetamorfosis sudah disediakan nektar secukupnya.
(sumber:www.kompas.com)



Label:

11.24.2008

CERPEN 2

SEPOTONG KEPALA
oleh: Muhammad Ikhsan

Masih pagi. Masih belum ada yang datang. Mungkin mereka masih di rumah. Atau barangkali masih ngetem di ketiak istri atau suami, atau masih ada pekerjaan penting di rumah, atau masih tidur karena begadang semalaman, atau masih terjebak macet di jalan. Tapi mudah-mudahan mereka semua masih punya niat bekerja.

Sudah hampir lima bulan perusahaan kami memiliki gedung baru. Maklum, selama lima tahun perusahaan kami berkantor di sebuah gudang kecil yang sebenarnya tidak layak digunakan. Dan sudah hampir satu bulan ini, kami menyibukkan diri menghiasi semua ruangan dengan pernak pernik dan instalasi kerja agar punya semangat dan gairah bekerja.

Namun hanya beberapa hari sejak kepindahan itu, entah apa penyebabnya, muncul fenomena aneh yang kalau dipikir-pikir sangat tidak masuk akal. Bayangkan saja. Beberapa orang di antara kami mengalami perubahan fisik yang aneh; ada yang tubuhnya telah dipenuhi dengan mulut yang tiap sebentar mengoceh tidak karuan. Hal-hal yang diocehkan tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, bahkan sering menyinggung masalah privacy seseorang. Lalu, ada yang lidahnya terus menjulur. Uniknya, di ujung lidahnya terlihat bercabang dua, seperti lidah ular. Setiap bicara, lidahnya selalu keluar dan mendesis. Kemudian juga ada yang matanya selalu tertutup seperti orang tidur. Selama matanya terpejam, orang itu tetap bisa berjalan. Masih ada lagi. Ada yang tubuhnya sudah penuh dengan lendir, serupa lem, dan di tubuhnya penuh dengan lembaran uang pecahan lima puluh ribuan, dan tidak bisa dicopot.

Selain itu, ada juga yang mulutnya selalu terbuka, menganga, seperti tertawa terbahak-bahak, tapi tidak terdengar suaranya. Anehnya mulut yang menganga itu sudah dikerubungi lalat hijau, layaknya bunga bangkai yang dikerubungi serangga. Lalu juga ada yang mulutnya terus saja mengunyah, memamah biak seperti memakan sesuatu, tapi ia tidak makan.

Melihat semua keanehan itu, penguasa di perusahaan kami, Bos Besar, begitu biasa kami memanggil, sangat terkejut, heran, takut, sekaligus bingung. Apa yang telah terjadi? Apa penyebab keanehan ini? Apa gedung baru ini belum disajeni? Ada apa di balik peristiwa ini? Semua pertanyaan itu menggelayut dalam pikiran kami, termasuk Bos Besar.
Suatu ketika, aku dan beberapa orang dipanggil Bos Besar ke ruangannya. Tidak ada yang pernah masuk ruangan itu kalau tidak ada kepentingan.

“Ada apa ini, apa yang telah terjadi?’ tanya bos.
“Saya tidak tahu, Bos Besar. Saya juga bingung dengan semua ini,” jawabku bergidik.
“Menurut kamu, Yusna?”
“Sama, Bos Besar. Saya juga tidak mengerti,” ujarnya.
“Kalau kamu bagaimana, Sutan?”
“Anu, Bos Besar. Mungkin mereka itu kerasukan setan. Tapi, tidak tahulah.” Pak Sutan mencoba meyakinkan Bos Besar.
“Kalau begitu, baiklah. Mungkin untuk sementara waktu persoalan ini kita simpan dulu. Jangan ada yang bicara kepada siapapun, jangan sampai orang lain tahu, apalagi para wartawan,” tegas Bos Besar dengan suara serak setengah cemas.

***
Waktu terus berjalan. Suatu hari, Bos Besar mengumpulkan kami di ruang sidang perusahaan, untuk membicarakan fenomena aneh yang telah terjadi di perusahaan kami. Namun, orang-orang yang telah berubah menjadi aneh tidak tampak serta.

“Saudara sekalian. Seperti yang sudah sama-sama kita tahu, telah terjadi peristiwa aneh di perusahaan kita ini. Peristiwa itu cukup meresahkan. Terutama bagi saya, Bos Besar di perusahaan ini, peristiwa itu sangat mengerikan. Bisa membuat kehormatan saya jatuh. Dan tentu saja, untuk menyelesaikan persoalan ini saya tidak sanggup mengatasinya sendiri. Setidaknya ada di antara saudara-saudara yang bisa membantu. Bagaimana, ada yang mau memberi tanggapan?”

Semua diam. Membisu. Seperti biasa. Seperti beberapa pertemuan sebelumnya. Tidak ada yang mau bersuara. Laksana menonton film horor saja.

“Ayolah, tolong saya. Jangan sampai hal ini diketahui pihak luar, apalagi Bos Sangat Besar di kantor pusat sana. Saya malu. Bisa-bisa saya dipecat karena tidak bisa menyelesaikan persoalan ini,” ujarnya setengah mengemis.
“Maaf dulu, Bos.” Terdengar suara Pak Tatang menyeruak. “Menurut saya, ada baiknya Bos Besar membawa orang-orang itu menemui psikolog. Siapa tahu, mereka mengalami gangguan kejiwaan yang akut.”
“Mmh, usul yang menarik. Tapi kalau hal itu dilakukan, tentu membutuhkan biaya. Biaya dari mana, Pak Tatang? Sekarang anggaran perusahaan kita sangat terbatas. Kalau dipakai terlalu banyak, nanti bisa habis. Tidak akan ada lagi anggaran untuk biaya promosi perusahaan kita, apalagi untuk biaya perjalanan saya ke kantor pusat untuk menghadiri agenda-agenda pertemuan dengan Bos Sangat Besar.”
“Kalau boleh saya usul nih, Bos Besar, bagaimana kalau Bos Besar mencarikan anggaran untuk menanggulangi kejadian ini. Mungkin ada anggaran yang bisa dialihkan. Itupun kalau Bos Besar setuju. Setidaknya kita sudah berusaha,” tukas Pak Tatang.
“Ada yang lain?”
“Begini Bos Besar. Menurut saya, kalau diterawang secara bawah sadar, sepertinya orang-orang itu sudah dimasuki roh-roh halus penunggu gedung ini. Mungkin saja sebelum gedung ini dibangun, pemborongnya lupa mengadakan ritual sesembahan,” ujar Ibu Yaya.
“Ada benarnya juga, Bos Besar. Segala kemungkinan harus kita pertimbangkan,” imbuh yang lain.
“Mungkin kita harus memanggil dukun sakti, Bos Besar. Bila perlu, kita undang Ki Gendeng Pamungkas dari negeri seberang, biar roh-roh halus itu diusir, dan bila perlu disantet sekalian.”
“Setuju!” “Bila perlu seluruh orang sakti negeri ini kita kerahkan.”
“Jangan! Nanti kalau wartawan tahu, bagaimana?”
“Ah, tidak usah takut. Biar nanti saya yang akan mengatasinya. Kebetulan saya dulu bekas wartawan, kok!”

Semua berebut bicara. Seperti orang berjualan di pasar, suasana makin lama makin riuh, tidak terkontrol, ada yang pro dan ada yang kontra, dan ada juga yang diam sambil memainkan ponselnya. Sementara itu, sambil memperbaiki posisi duduknya, Bos Besar berusaha menenggarai suasana.

“Sudah, sudah! Tidak perlu diributkan. Kalau begini caranya, saya jadi tambah bingung! Saya Cuma minta pendapat, bukan debat kusir seperti ini!” ujarnya dengan kesal campur marah. Tapi keadaan tidak berubah. Semua masih adu argumen, adu pemikiran, mengambil perhatian dari Bos Besar.

Waktu berlalu, hari berganti, bulan bertambah, fenomena aneh itu belum bisa diatasi. Orang-orang aneh itu semakin menunjukkan ketidaknormalan, tidak terkontrol. Bos Besar sudah berusaha melakukan yang terbaik. Ratusan dukun alias orang pintar dari seluruh pelosok negeri didatangkan. Bahkan dari Romy Rafael, Mama Laurent, Deddy Corbuzier, David Copperfield, hingga arwah Harry Houdini sudah dimintai bantuan. Tapi hasilnya nihil, sia-sia. Sudah tidak terhitung biaya perusahaan yang telah habis. Tragisnya, sebagai penguasa di perusahaan kami, Bos Besar dengan rela menggadaikan kelaminnya melalui internet, sembari berharap ada yang mau menjadi donator untuk membiayai penyembuhan orang-orang aneh itu.

Untuk menghindari kemungkinan buruk yang akan terjadi, Bos Besar telah mengambil keputusan: orang-orang aneh itu dikurung dalam sebuah ruangan isolasi, dan di dalamnya dilengkapi dengan semua perlengkapan untuk bekerja: komputer, notebook, perpustakaan, dan music box yang bisa memutar lagu-lagu penghilang stres. Setelah jam kerja usai, mereka dilepaskan. Begitu seterusnya. Seperti binatang buas yang dikarantina saja.

“Pak Jayus. Minggu depan saya mungkin akan keluar kota untuk berobat. Untuk sementara waktu, kekuasaan di perusahaan ini saya serahkan kepada bapak. Oya, kalau masih ada sisa anggaran, tolong dicarikan biaya untuk perjalanan saya. Dan kalau ada karyawan ngoceh yang aneh-aneh, suruh saja mereka sikat gigi sampai bersih. Jangan lupa itu.”
“Baik, Bos Besar. Perintah siap dilaksanakan.”

***

Hari ini, seperti biasa, aku berangkat kerja. Kali ini agak terlambat. Biasalah. Pengantin baru. Sesampai di kantor, sudah banyak karyawan yang datang. Tapi suasana hari ini tidak biasanya. Ramai sekali. Tidak ada yang tidak datang. Bahkan karyawan yang selalu terlambat ngantor, juga sudah datang. Mereka semua sibuk berbisik, ngerumpi sambil tertawa cekikikan. Ada juga yang menyibukkan diri main games di komputer. Acuh.

Di antara riuh rendah itu, tiba-tiba terdengar teriakan tertahan dari ruangan Bos Besar. Setelah itu senyap. Tidak ada yang berani melihat ke dalam sana. Sepertinya tidak ada yang berniat mencari tahu. Hanya menunggu.

Sebentar berselang, terdengar suara pintu dibuka. Perlahan. Semakin hening. Hanya bising kendaraan lalu lalang di jalan. Tak lama, keluar sesosok tubuh berpakaian necis, dengan stelan tuxedo keluaran terbaru, berjalan gontai, dan tanpa kepala! Anehnya, tidak terlihat setetes darah pun yang keluar dari leher tubuh itu. Tidak juga di mana-mana. Tapi di tubuh itu sudah menempel banyak mulut yang selalu mengoceh, dan di sekitarnya penuh lumuran lendir serupa lem, dan tertempel uang lima puluh ribuan. Yang membuat kami terkesiap, tubuh itu tetap bisa berjalan.

“Saya pergi sebentar,” terdengar suara dari mulut-mulut di tubuh itu, lemah dan berat.
Semua masih diam. Bisu. Sunyi. Senyap. Seperti ada hantu lewat.

Di tempat lain, terdengar hiruk pikuk dari ruangan isolasi, tempat orang-orang aneh disekap. Setengah menyelidik, aku memberanikan diri mengintip dari lubang kunci. Aneh: tubuh orang-orang itu sudah berubah, kembali normal. Tidak ada lagi mulut di sekujur tubuh, tidak ada lagi mulut yang menganga lebar, tidak ada lagi mulut yang memamah biak, tidak ada lagi tubuh yang dipenuhi lem dan uang lima puluh ribuan, tidak ada lagi lidah yang menjulur bercabang dua seperti lidah ular.

***
Sampai sekarang, entah sudah berapa lama, ruangan Bos Besar masih sepi. Menurut Pak Jayus, pembantu umum perusahaan, Bos Besar masih berada di luar kota. Katanya pergi berobat.

(Di atas meja Bos Besar, tergeletak sebuah kepala. Entah kepala siapa. Karena tidak punya mata, hidung, dan telinga. Wajahnya datar. Yang ada hanya mulut yang menganga lebar dan di dalamnya ada sepasang bola mata, hidung, telinga. Semuanya sudah membusuk dan dikerubungi lalat-lalat hijau. Layaknya bunga bangkai. Dari mulut itu, keluar lidah bercabang dua. Terjulur. Panjang.)






Label: